Langsung ke konten utama

Postingan

Beberapa Dimensi Manusia dalam Al Qur’an

Alexis Carrel, seorang dokter peraih Nobel menulis sebuah buku berjudul “Man The Unknown” yang artinya manusia yang belum terdefinisikan atau belum dikenali hakikat nya.  Banyak buku sejenis yang membahas tentang siapa dan bagaimana sebenarnya manusia. Akan tetapi hasil penelitian mereka berujung pada perbedaan dan perdebatan yang belum tuntas ujung pangkal nya. Tidak hanya buku-buku bernuansa Barat yang penelitian nya tentang manusia menitikberatkan pada sesuatu yang empirik (bisa diindera), Al Qur’an juga mengupas panjang lebar tentang sosok yang misterius ini.  Dalam Al-Qur’an setidaknya disebutkan beberapa nama yang kesemuanya merujuk pada dimensi-dimensi rumit manusia. Manusia dalam Istilah Al Qur’an adalah Kalam Tuhan yang berfungsi sebagai petunjuk jalan dan penerang hidup. Setiap kata yang digunakan oleh kitab Pamungkas para Nabi ini selalu merujuk pada fitrah kesejatian dan fungsi kegunaan.  Artinya penjelasan Al Qur’an adalah realitas kesejatian wujud yang bisa di teliti seca

Unsur Tanah Dan Air dalam Diri Manusia

Peta keselarasan dan Wujud pergerakanya Jika unsur api identik dengan simbol energi p enggerak, maka air dan tanah adalah kendaraanya. Sebab Tanpa kedua unsur tersebut, “api kesadaran kita” menjadi nihil tanpa ruang ekspresi. Ia semacam “arwah gentayangan” yang hanya ada di sinetron-sinetron dan layar gadget. Tubuh manusia adalah “fermentasi” atau perasan dari kedua unsur material tersebut. Sedangkan unsur api dan angin adalah energi penggeraknya.  Dari manakah kita menyerap empat unsur tersebut? Dari makanan dan minum yang kita konsumsi. Nasi yang telah siap kita konsumsi sebenernya mengalami proses perjalanan kehidupan yang berliku. Mulai dari sebiji bibit, ia harus diendapkan dalam tanah.  Disana ia menyerap sari Pati tanah beserta unsur-unsur yang memengaruhi tanah tersebut. Setelah mulai tumbuh dipermukaan, ia menyerap dua Unsur semesta yang lain, yakni udara dan cahaya matahari. Setelah masak dan siap panen, bibit yang telah berubah nama menjadi padi itu beralih menjadi beras dan

Unsur Api Pada Diri Manusia dan Sampah Pikiran

Beberapa ulama pakar Fiqh mengatakan bahwa 80% inti ajaran Islam sebenarnya terangkum dalam dua sabda rasulullah berikut : Yang pertama adalah : Innamal a’mal Binniyyat... dan seterusnya. yang artinya setiap aktifitas sangat bergantung pada pola pengelolaan niatnya, konsep dan rumus pijakanya, serta dampak yang ditimbulkanya. Bagi anda yang pernah mondok, hadis ini tentu tidak asing dan bahkan hafal di luar kepala. Yang kedua adalah : Ukuran kualitas keislaman (ruhani,mental, karakter) seseorang adalah seberapa mampu ia meninggalkan dan menanggalkan hal-hal yang tidak berguna bagi kehidupanya. (Min husni islamil mar’i, tarkuhu maa la ya’nihi) Hadis yang kedua ini jangan di salah gunakan untuk mengukur “kualitas” orang lain. Sebab dalam riwayat lain Nabi selalu menegaskan dengan Ibda’ binafsik, mulailah dari dirimu sendiri.  Niat dan Api kesadaran Dua hadis diatas sejatinya adalah metode  bagaimana kita menggunakan “api” kehidupan kita dengan baik dan selaras.  Api kesadaran kita kadang

Mengenal 4 Elemen Inti Manusia : Api, Air, Tanah, Dan Udara

Manusia tidak akan bisa lepas dari empat unsur alam, yakni api, air, tanah dan udara. Setiap saat ia menghirup udara. Artinya ia mewarisi sifat dan watak udara atau angin, yang kadang kencang, kadang kering, kadang sejuk kadang panas. Memang, frekuensi atau ukuran udara tergantung pada kondisi yang melingkupi nya. Sebab udara tidak bekerja sendiri, tapi bertukar energi dengan api, air dan tanah. Kondisi udara di pegunungan tentu sangat berbeda dengan di perkotaan. Kehidupan Di pegunungan cenderung alami. Banyak pohon dan sungai yang belum banyak tercemari oleh polusi udara atau limbah pabrik. Hal ini membuat udara sebagai pemasok oksigen menjadi sangat fresh dan menyegarkan. Di tambah hewan ternak yang juga membantu perputaran siklus rantai makanan menjadi seimbang. Sedangkan diperkotaan, kondisi nya hampir terbalik. Imam Ghazali dalam kitab kimya sa’adah menggambarkan dengan sangat indah tentang perumpamaan jiwa dan tubuh Manusia sebagai sebuah kota. Pusat ‘pemerintahan’ berada di hat

Jatuh Cinta itu Takdir, Mencintai itu Pilihan

Manusia di ciptakan dengan di beri naluri ketertarikan dengan lawan jenis. Akan tetap ia juga di beri kebebasan untuk membatasi dan mengekang naluri itu. Jatuh cinta itu wajar, tapi jika terjadi berkali-kali atau membuat seseorang menjadi lupa akan kodratnya sebagai hamba dan manusia, maka hal itu menjadi tidak wajar bahkan sangat berbahaya. Karena ia gagal mengendalikan naluri alamiahnya. Akhirnya ia kehilangan kewarasan dan akal sehatnya. Ia sudah tidak berdaulat lagi melawan perasaanya. Padahal jika berpikir realistis, orang yang membuatnya jatuh cinta itu belum tentu baik untuk kehidupanya kelak. Kalau toh baik, dalam arti akan menjadi jodohnya, tentu akan menjadi miliknya kelak. memang penundaan seringkali menyakitkan tapi akan menyelamatkan. Kebanyakan orang- anak muda khususnya yang sedang tenggelam dalam lautan cinta memang susah untuk bangkit. Fikiran dan perasaanya terlanjur di penuhi oleh wajah pujaan hatinya. Akhirnya banyak kewajiban yang harusnya di jalankan menjadi terbe

Membaca Sosok Manusia Pohon dalam “Al Qur’an”

Kata ‘sejarah’ konon terserap dari kalimat “Syajarah” (Arab) yang bermakna pohon. Dalam mushaf, kata ini setidaknya terulang 25 kali yang kesemuanya menunjuk pada dua karakter pohon : Pertama; Pohon yang baik, kokoh batangnya serta ketinggian nya menjulang ke langit. Daun-daunya mengembang seperti awan yang menjadikanya tempat berteduh bagi siapapun yang mendatanginya, tidak hanya manusia, tetapi juga burung-burung serta binatang melata. Semuanya hidup berdampingan dibawah naungan pohon kebaikan itu. A karnya seperti besi namun lentur. Cengkeramannya kuat menancap, menyatu dalam tanah sehingga tidak mudah roboh meskipun telah berusia ratusan tahun. Satunya lagi kebalikanya. Pohon yg buruk. Batangnya tegak namun miring karena hampir roboh. Hal ini dikarenakan akarnya yang tak lagi bertalian dengan tanah. Walaupun pohon ini berpostur tinggi namun ketinggian nya tidak menjulang ke atas, tapi “ndoyong” kesamping yang berpotensi mengancam kelestarian tumbuhan maupun hewan yang hidup di kana

Manusia Sebagai Mahluk Energi dan Materi

Manusia adalah mahluk energi. Ia selalu mendaur ulang apa saja yang sifatnya materi menjadi energi. Makanan diserap oleh tubuh (jasmani) kemudian saripatinya disaring untuk diproses menjadi energi. Apakah cukup itu saja? Tentu Tidak, manusia memiliki “tubuh” lain. Tubuh rohani ini juga membutuhkan asupan makanan sebagaimana tubuh jasmani. Jika makanan tubuh jasmani masuk melalui mulut, kemudian ke perut, dan setelah itu dibuang menjadi ampas, makanan tubuh rohani masuk melalu lima pintu masuk sekaligus yakni Pancaindra. Ajaibnya setiap aktivitas manusia, sekecil apapun itu tidak bisa lepas dari peran pancaindra ini. Terutama mata. Mata adalah semacam pintu masuk yang membuka akses kepada manusia untuk berhubungan dengan apasaja diluar dirinya. Setiap detik mata kitalah yang paling dominan dalam menentukan setiap gerak, tujuan dimana dan kapanpun kita berada. Mata selain berfungsi sebagai pintu masuk kita kedalam dunia luar, ia juga menjadi pintu masuk dunia di luar diri kita kedalam ji