Langsung ke konten utama

Beberapa Dimensi Manusia dalam Al Qur’an

Alexis Carrel, seorang dokter peraih Nobel menulis sebuah buku berjudul “Man The Unknown” yang artinya manusia yang belum terdefinisikan atau belum dikenali hakikat nya. 



Banyak buku sejenis yang membahas tentang siapa dan bagaimana sebenarnya manusia. Akan tetapi hasil penelitian mereka berujung pada perbedaan dan perdebatan yang belum tuntas ujung pangkal nya. Tidak hanya buku-buku bernuansa Barat yang penelitian nya tentang manusia menitikberatkan pada sesuatu yang empirik (bisa diindera), Al Qur’an juga mengupas panjang lebar tentang sosok yang misterius ini. 

Dalam Al-Qur’an setidaknya disebutkan beberapa nama yang kesemuanya merujuk pada dimensi-dimensi rumit manusia. Manusia dalam Istilah Al Qur’an adalah Kalam Tuhan yang berfungsi sebagai petunjuk jalan dan penerang hidup. Setiap kata yang digunakan oleh kitab Pamungkas para Nabi ini selalu merujuk pada fitrah kesejatian dan fungsi kegunaan. 

Artinya penjelasan Al Qur’an adalah realitas kesejatian wujud yang bisa di teliti secara ilmiah dan bisa dibuktikan secara nyata. Oleh karenanya, ia disebut mukjizat atau sesuatu yang sifatnya diluar nalar dan melampaui zamannya. Manusia sendiri dalam Al Qur’an terkadang disebut “Bani Adam”, “Basyar”, “naas”, “insan”, “al-insan”, “Al Jinna wal insa”, “Abdun”, “Khalifah” dan masih banyak lagi istilah yang kesemuanya mewakili dimensi diri manusia serta daya fitrahnya.

Tuhan sendiri menandaskan bahwa fitrah manusia diciptakan sebagai “Ahsan taqwim” , mahluk yang paling canggih dan berpotensi mampu berubah dan mengubah apa saja. Disisi lain, jika potensi itu tidak diasah, maka secara otomatis level kesadaran serta kemanfaatan manusia akan terus menurun menuju “asfala saafilin”, sebuah titik kerendahan tertentu yang hanya bisa dideteksi dari pembiasaan oleh olah cipta, rasa, dan karsa.

Maka sangat wajar jika Rasulullah mengatakan bahwa manusia terbaik adalah mereka yang paling banyak memberikan kemanfaatan bagi yang lain. Dalam riwayat lain Rasulullah menegaskan bahwa mengasah potensi (talabul Ilmi) adalah kebutuhan (faridhoh) bagi setiap muslim. Itu artinya, manusia adalah mahluk proses. Jika ia diam, dan enggan belajar, maka secara otomatis akan mengalami gesekan dengan fitrahnya sendiri. 

Maka salah satu cita-cita besar Islam adalah membuka ruang selebar-lebarnya bagi pemeluknya untuk terus menempa diri dan berani mencoba agar ia semakin memahami alangkah besar nikmat potensi ilmu serta anugerah Tuhan pada nya. Hal ini tersirat dalam kisah Nabi Adam yang mana setelah diberi ilmu oleh Allah, malaikat pun diperintahkan untuk hormat kepadanya. Nabi adam sebagai manusia pertama adalah simbol dari bapak ilmu pengetahuan awal yang mana pada puncaknya disempurnakan oleh risalah universal Nabi Muhammad Shallah alaih wasallam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal-usul Kesenian Barongan Blora

Blora, Baladamedianusantara - Mendengar kesenian barong atau kesenian barongan tentu tak asing lagi di telingan kalian. Yaps, itu adalah salah satu kesenian yang sangat populer di Jawa Tengah, lebih-lebih kalian yang berada di kabupaten blora, kabupaten yang memiliki ciri khas barongan tersebut tentu memiliki jumlah seniman barongan yang cukup banyak. Seni barong merupakan sebuah kesenian yang sangat populer di kalangan masyarakat blora, tapi apakah kalian tahu bagaimana sejarahnya hingga bisa seperti yang kita nikmati sekarang? Istilah barongan sendiri merupakan topeng kepala yang dibuat menyerupai singo barong atau singa besar sebagai penguasa hutan angker dan sangat buas. Tokoh singo barong dalam cerita barongan disebut juga gembong Amijoyo yang berarti harimau besar yang bertenaga. Kesenian barongan biasanya ditampilkan dalam bentuk tarian kelompok yang menggambarkan keperkasaan gerak seekor singa raksasa. Oleh karena itu, peranan singo barong dalam pertunjukan sangat dominan. Adap

Mengenal 4 Elemen Inti Manusia : Api, Air, Tanah, Dan Udara

Manusia tidak akan bisa lepas dari empat unsur alam, yakni api, air, tanah dan udara. Setiap saat ia menghirup udara. Artinya ia mewarisi sifat dan watak udara atau angin, yang kadang kencang, kadang kering, kadang sejuk kadang panas. Memang, frekuensi atau ukuran udara tergantung pada kondisi yang melingkupi nya. Sebab udara tidak bekerja sendiri, tapi bertukar energi dengan api, air dan tanah. Kondisi udara di pegunungan tentu sangat berbeda dengan di perkotaan. Kehidupan Di pegunungan cenderung alami. Banyak pohon dan sungai yang belum banyak tercemari oleh polusi udara atau limbah pabrik. Hal ini membuat udara sebagai pemasok oksigen menjadi sangat fresh dan menyegarkan. Di tambah hewan ternak yang juga membantu perputaran siklus rantai makanan menjadi seimbang. Sedangkan diperkotaan, kondisi nya hampir terbalik. Imam Ghazali dalam kitab kimya sa’adah menggambarkan dengan sangat indah tentang perumpamaan jiwa dan tubuh Manusia sebagai sebuah kota. Pusat ‘pemerintahan’ berada di hat