Beberapa ulama pakar Fiqh mengatakan bahwa 80% inti ajaran Islam sebenarnya terangkum dalam dua sabda rasulullah berikut : Yang pertama adalah : Innamal a’mal Binniyyat... dan seterusnya. yang artinya setiap aktifitas sangat bergantung pada pola pengelolaan niatnya, konsep dan rumus pijakanya, serta dampak yang ditimbulkanya. Bagi anda yang pernah mondok, hadis ini tentu tidak asing dan bahkan hafal di luar kepala.
Yang kedua adalah : Ukuran kualitas keislaman (ruhani,mental, karakter) seseorang adalah seberapa mampu ia meninggalkan dan menanggalkan hal-hal yang tidak berguna bagi kehidupanya. (Min husni islamil mar’i, tarkuhu maa la ya’nihi) Hadis yang kedua ini jangan di salah gunakan untuk mengukur “kualitas” orang lain. Sebab dalam riwayat lain Nabi selalu menegaskan dengan Ibda’ binafsik, mulailah dari dirimu sendiri.
Niat dan Api kesadaran
Dua hadis diatas sejatinya adalah metode bagaimana kita menggunakan “api” kehidupan kita dengan baik dan selaras.
Api kesadaran kita kadang tidak terkontrol karena kita kurang hati-hati dalam menggunakan pancaindera kita. Hal ini berefek pada terserapnya “sampah-sampah” informasi yang sebenarnya tidak kita butuhkan atau bahkan merugikan dan mengacak-ngacak keselarasan pikiran kita.
Oleh karenanya, menjaga “kebugaran” ruhani sama pentingnya dengan menjaga kesehatan jasmani. Akan tetapi kita sering terlambat dan baru tersadar saat kita mengalami sebuah kondisi dimana kita sendiri tidak mampu mengendalikan diri disebebkan oleh tumpukan “sampah” yang kita biarkan menggunung sehingga mengundang banyak “penyakit” yang mengancam kesehatan jiwa kita.
Oleh Karenanya, kepedulian kita akan asupan makanan pada tubuh, harus sejajar dengan perhatian kita pada kondisi pikiran dan perasaan kita. Sebab sudah menjadi fitrah (ketetapan) Tuhan, bahwa sesuatu yang nampak, Sangat tergantung dengan pihak-pihak yang tak nampak.
Tubuh manusia, seluruh pancaindera dan anggota tubuh yang nampak, tergantung dengan sistem kerja jantung (yang tak nampak). Begitu juga dengan kondisi jiwa kita yang tak nampak itu, sangat erat hubungannya dengan sikap dan cara pandang hidup kita pada hal-hal yang nampak di peluk mata. Dan begitulah seterusnya.
Ada hubungan langsung antara jasmani dan Ruhani, fisik dan mental, sikap hidup dan nasib seseorang. Mereka yang beruntung adalah mereka yang menjaga diri dari hal-hal yang merugikannya. Maka dari itu, api sebagai simbol kehendak, naluri, atau nafsu, harus sesegera mungkin kita pahami, kita petakan, agar kita mampu mendayagunakanya menjadi hal-hal yang bermanfaat.
Unsur api pada diri kita akan menjadi energi berupa semangat, ketekunan, dan pencerahan jika kita mampu mengelola dan menyeimbangkan ukuranya. Api adalah naluri keakuan, jika naluri ini melebihi dosis yang semestinya maka ia akan menjadi energi kesombongan. Sebaliknya, jika unsur api dalam diri kita kurang, maka yang terjadi adalah rasa minder, rendah diri, dan tak jarang bisa berujung pada bunuh diri.
Komentar
Posting Komentar